Cerita Beda Agama





Tahun 2017 lalu pada saat pengurusan administrasi perkuliahan ada satu sosok yang berbeda daripada yang lain. Perempuan di Aceh tentunya diwajibkan menggunakan tudung sebagai penutup kepala, namun ada satu perempuan yang duduk tepat dibekalang saya ini memamerkan mahkotanya kepada khalayak ramai. Yaa saat itulah pertama kalinya saya menyapa teman non-muslim saya. Tidak akrab hanya ucapan basa-basi.

Himpunan jurusan membuat saya dan teman non-muslin saya semakin dekat dan semakin banyak menghabiskan waktu bersama. Tiba saat biasanya orang-orang muslim berdebat tentang toleransi, yaitu pada saat natal. Beberapa hari sebelum natal saya menonton film yang udah lama banget, nah setelah saya menonton film tersebut ada beberapa scane yang saya screenshoot untuk dijadikan status whatsapp, karna yaa menurut saya scane itu bagus dan menarik. Apa respon yang saya dapat? Ada yang bilang gini “wah udah belajar kitab umat Kristen yaa” dan ini “kenapa kamu posting hal kayak gitu?” ini juga “jangan terlalu mendalami hal-hal itu, nanti kamu terjerumus”.

Sebenarnya yang saya posting itu gak cuma tentang agma Kristen, tapi Budha juga ada, kok yang dikomen cuma yang Kristen? Yaa ntahlah itu urusan mereka. Cuma selama saya berteman dengan non-muslim saya tidak pernah merasa keimanan saya terganggu bahkan semakin meningkat. Loh kok bisa?

Jadi gini, saya senang berdiskusi dengan teman saya ini, ntah kenapa rasanya sefrekuensi aja gitu, nyambung segala pembahasan, mulai dari politik, kebudayaan, agama, cinta, keluarga, cita-cita dan apapun hal lainnya yang menurut kami pada saat itu penting untuk dibahas. Pernah satu hari saat saya sedang menceritakan suatu hal yang sangat menarik tiba-tiba suara adzan berkumandang, dan dia langsung bilang gini “lel, udah adzan, ceritanya sambung nanti aja, kamu sholat dulu gih” dan saya auto malu sendiri sebagai penganut agama islam, malah dia yang ngingatin saya, padahal rencananya saya akan sholat setelah ceritanya selesai, dan dia yang menyelesaikannya lebih dulu. Kekaguman saya terhadapnya bertambah satu tingkat lebih tinggi.

Dia itu teman yang beda dari yang lain, bukan soal kepercayaan dan keyakinannya saja tetapi juga kepribadiannya. Pernah saat selesai MK pertama kami diharuskan untuk rapat dan pada saat itu sudah masuk waktu dzuhur, saya minta sama teman saya yang muslim untuk pergi ke mushola dulu untuk sholat tapi apa reaksinya? Dia malah ngotot buat pergi rapat dulu, dia bilang kami udah telat dan harus cepat-cepat ke tempat rapat supaya gak kenak marah sama senior, dan saya ngotot dong gak mungkin ninggalin sholat demi rapat doang. Dia marah sama saya dan tetap maksa saya buat pergi rapat. Akhirnya saya tinggalin tuh dia dan pergi jalan sendiri buat sholat dulu. Dan hal ini terjadi gak cuma sekali dan sama satu orang aja. Banyak banget teman muslim yang kalok diajak sholat itu gak mau, yang alasannya pakaiannya lagi kotor, sebentar lagi, belum insyaf dan beribu alasan lainnya. Saya sebenernya gak taat-taat banget sama ibadah tapi setidaknya jangan terlalu nampak kafirnya lah. Hehe

Beda banget waktu saya sama teman non-muslin saya, beberapa kali pergi sama dia, saat saya minta untuk ditemani ke tempat sholat dia langsung mau, dia selalu bilang ayo, gak pernah nolak. Padahal dia akan jadi pusat perhatian saat sendirian berada di sekitar mushola tapi dia enggak pernah ngeluh, kesel, atau sikapnya jadi beda gitu. Dan ini yang buat saya bahagia pernah kenal dia selama saya hidup di dunia.

Kebiasaan kami akhir-akhir ini setelah pulang kampus itu makan di kantin 2013, awalnya selalu di bawa pulang, karena kami termasuk orang introvert yang ngerasa dibunuh secara perlahan-lahan kalau terlalu lama di ramai, tapi lambat laun kami membiasakan untuk makan ditempat. Dan yang saya suka dari dia juga adalah dia gak pernah ngerasa sombong, pamer atau angkuh kalau sedang mempraktekkan ibadahnya. Beberapa orang kalau sedang beribadah kan sembunyi-sembunyi yaa biar gak dibilang sok alim gitu. Dan dia ngerasa pada saat mengepalkan tangan berdoa sama Tuhan sebelum makan itu yaa hal yang biasa. Bahkan untuk muslim sendiri aja saya jarang banget lihat sebelum makan berdoa sambil angkat tangannya, yaa paling banter kalau makan besar rame-rame gitu. Tapi kalau berdua atau bertiga gak pernah tuh liat beginian. Saya juga gak pernah kayak gitu berdoa, kadang yaa dalam hati seringnya yaa lupa. Tapi saat lihat dia bangga sama kepercayaannya dan gak ngerasa gimana-gimana saat berdoa sebelum makan saya berfikir bahwa saya juga sepertinya tidak perlu beranggapan bahwa menunjukkan aktivitas keagamaan yang sederhana bukanlah untuk dianggap alim dan lainnya tapi itu semua murni karna kita lebih menghargai perintah Tuhan daripada omongan orang lain. Sebenernya saya juga sudah merasakan dan mendiskusikan mengenai anggapan sok alim ini saat SMA dengan sahabat saya, namun karna jarak yang tidak lagi dekat mungkin saya jadi kehilangan kekuatan untuk merasa biasa aja saat melakukan aktivitas keagamaan yang sederhana.

Pernah juga nih saat mau natal, karna saya udah di wanti-wanti untuk tidak mengucapkan “Selamat Natal” sama teman non-muslim saya, tetapi saya masih belum puas gitu sama sesuatu yang saya lakukan karena orang lain juga melakuannya, saya harus punya prinsip dan keyakinan yang saya cari tau sendiri untuk melakukan suatu tindakan apapun. Jadi untuk memperkuat tindakan saya yang rencananya tidak mau mengucapkan selamat hari natal ini, saya mempertanyakan langsung sama teman non-muslim saya ini. Begini kurang-lebihnya percakapan kami.

Saya: seberapa penting ucapan “selamat natal” itu?
Teman: sebenarnya yang penting itu bukan ucapannya, tetapi makna daripada sebuah hari dimana Yesus Kristus dilahirkan. Sama seperti kalian, kalian juga merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad kan?
Saya: iya, kami selalu merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW
Teman: mau kalian ucapin atau enggak, sebenarnya gak begitu banyak kasih pengaruh buat kami, karena kalaupun kalian ucapin kami merasa senang, tapi kalau enggakpun yaa tidak mengurangi kesakralan daripada hari natal itu sendiri.

Nah dari sini tuh sebenarnya menurut saya umat muslim sendiri yang agak terlalu lebay yaa dengan memberikan kiasan mengucapkan hari natal yang dilakukan muslim seperti mengucapkan syahadat bagi umat Kristen. Karna yang saya tau selama ini yang heboh saat natal itu yaa muslim sendiri bukan umat Kristennya.  Yaa beberapa ulama yang gak terlalu konservatif yaa gak papa ngucapin hari natal karena beranggapan bahwa ucapan itu tidak akan mengurangi keimanan seseorang. Atau beberapa ulama yang tidak memperbolehkan karena perbedaan mengenai hari kelahiran Nabi Isa, yang menurut umat Kristen Nabi isa lahir di kandang domba, pada tanggal 25 Desember, sedangkan menurut Islam, Nabi Isa dilahirkan dibawah pohon kurma (Q.S Maryam:23) yang pada saat itu buah kurma sedang matang sehingga Ibunya Maryam bisa memakan buah kurma hanya dengan digoyangkan saja. Nah secara ilmiah pohon kurma tidak berbuah di bulan Desember yang mana hal ini menjadi pedoman bahwa mengucapkan selamat natal berarti menyetujui kelahiran Nabi Isa itu seperti keyakinan umat Kristen dan itu sama saja telah mengingkari ayat di Al-Qur’an yang menjelaskan mengena kelahiran Nabi Isa. Nah saya percaya nih sama pernyataan ini yang menurut saya lebih masuk logika daripada yang pertama tapi keingintahuan saya juga yang membuat saya akhirnya bertanya dengan jawaban yang sangat memuaskan dan membuat saya akhirnya bisa tidur tanpa rasa penasaran lagi.

Saya juga pernah bertanya bagaimana perasaan dia saat menjadi minoritas di Aceh yang notabene nya adalah muslim yang sangat taat katanya. Hal ini saya tanyakan karena saya pernah melihat dia menangis untuk pertama kalinya saat dia diwawancarai oleh senior kami mengenai perasaannya sebagai minoritas di Aceh. Dan dia bilang sudah terbiasa dengan semuanya namun beberapa hal sangat membuatnya terganggu yaitu pertanyaan-pertanyaan yang sangat pribadi seperti “kenapa kalian menyembah Isa?” atau “Isa itu nabi atau Tuhan” dan hal lainnya. Mungkin beberapa seperti “kenapa umat kristiani bernyanyi pada saat berduka/kematian” dan sebenarnya banyak hal lainnya yang gak perlu dipertanyakan.

Nah hal-hal pribadi seperti kepercayaan itu menurut saya sangat sangat tidak penting untuk dipertanyakan. Sama seperti ucapan kapan nikah? Kapan punya anak? Kapan wisuda? Kok gak kerja? Dan bacotan lainnya yang sederhana tapi cukup sakit untuk didengar. Yaa walaupun saya juga beberapa kali pernah bertanya seperti itu tapi yaa manusia selalu akan berubah. Bahkan ni yaa di Jerman aja mempertanyakan umur itu adalah hal yang tabu, karena menurut mereka privasi orang lain tidak untuk dipertanyakan tetapi untuk dihargai. Dan privasi orang lain juga sebenarnya gak banyak memberikan pengaruh untuk hidup kita.

Yang ingin saya sampaikan disini bukan untuk membanding-bandingkan kelebihan teman non-muslim saya dengan teman seiman saya. Semua punya kelebihan dan kekurangan dibidangnya masing-masing, Cuma kadang-kadang kita sebagai manusia sering lupa alamiahnya manusia yang seharusnya punya rasa empati sesama manusianya. Ketika kita percaya bahwa kepercayaan kita adalah yang terbaik daripada yang lain, menurut saya ini adalah sebuah kesombongan yang menjadikan manusia terlepas dari kodratnya sebagai manusia yang diperintahkan Tuhan untuk tetap menghargai perbedaan.

Yaa kita open minded ajalah, kalau kita percaya agama kita paling benar lakukan, kerjakan segala perintah-Nya dan jauhi larangan-Nya. Kalau ada keyakinan lainatau pendapat lain yang tidak kita percayai yaa sudah dengarkan pendapat mereka, terima saja bahwa itu adalah kepercayaan mereka yang gak perlu kita cari kesalahannya dan gak perlu diperdebatkan, gak perlu paksa orang lain untuk setuju sama pendapat kita.
Btw namanya Sri Kalarisa and Fyi Dia cantiknya dari dalam loh. Hehe

Cukup sekian cerita hari ini dan sampai jumpa di minggu depan. Byeee

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Quarter Life Crisis

DERANA