Nikah yuk

“Menikahlah denganku ukhty untuk menyempurnakan separuh agama kita”
“Lebih baik nikah muda daripada berzina”
“Jangan takut menikah karena khawatir akan masalah finansial, karena sesungguhnya Allah akan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Allah yang akan mencukupkan segalanya” 




       Katanya menikah itu untuk menyempurnakan separuh agamanya, lah emang separuhnya lagi udah sempurna? Banyak dari masyarakat yang hanya menerima sepotong ayat saja dan melalaikan sebagiannya. Menyempurnakan separuh agama dengan menikah bukan berarti setelah menikah agama kita menjadi sempurna karena separuhnya lagi kan juga belum dipastikan sudah dilalui dan disempurnakan dengan baik atau tidak. entah itu sholatnya, sedekahnya, hablum minannas nya, berbaktinya dan lainnya. Siapa sih yang bisa menjamin separuh agama kita sebelum menikah itu telah sempurna sehingga satu-satunya jalan untuk menyempurnakannya hanya dengan menikah saja? Dan menjadikan menikah itu adalah hal yang harus disegerakan? Yaa memang harus disegerakan, tapi bukan menjadi point utamanya.

      Lawan kata berzina yaa tidak berzina bukan menikah. Menikah itu hanya salah satu cara yang ditawarkan, padahal ada beribu-ribu cara yang bisa dilakukan pemuda untuk terhindar dari perzinahan, contohnya nge-Blog, nge-Vlog, berkarya, berdagang, bertani, apapun yang buat kita sibuk dan gak cuma mikirin cinta, pemuda itu isi kepalanya seharusnya banyak, tentang negara, sosial, ketimpangan dan lainnya. Karena kebanyakan anak muda itu cintanya masih ditahap cinta eros atau hanya cinta nafsu belaka karena tampilan fisiknya aja, dan tentunya tampilan fisik tidak akan bertahan lama. Begitu juga cinta anak muda tidak akan bertahan lama.

       Menikah itu mendatangkan rezeki, jangan takut menikah karena masalah ekonomi, Allah akan memudahkan segalanya, karena rezeki itu gak tau dari mana datangnya. Tapi gak akan ada rezeki kalau kita tidak menjemputnya. Terlalu pasrah sama keadaan itu gak baik. sebelum berserah diri kita dianjurkan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh. “maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). (Q.S Al-Insyirah: 7). Jadi jangan terlalu percaya diri akan dicukupkan rezekinya yang penting nikah aja. Persiapan itu penting bahkan sangat penting! Ekonomi penting karena banyak di luar sana melakukan perceraian hanya karena masalah ekonomi. Bukan berarti gak percaya sama Tuhan, tetapi alangkah baiknya jikalau kita intropeksi diri sudah pantaskah kita untuk menikah dan tidak menambah beban orangtua yang sudah disusahkan sejak dari lahir.

       Kebiasaan orang dulu yang menikah pada usia muda terutama perempuan, karena pemahamannya masih menganggap bahwa tujuan akhir seorang wanita adalah menikah, melayani suami dengan sepenuh hati untuk mendapatkan ridha Ilahi. Akhirnya menjadikan masyarakat terutama yang berada di desa menganggap nikah muda bagi perempuan adalah hal yang biasa. Udah tamat sekolah yaa palingan nunggu dilamar terus nikah. Kayak gak ada kerjaan lain yang bisa dikerjakan perempuan selain daripada urusan dapur, sumur, kasur. Padahal ibu Megawati bisa loh ngurusin negara, perempuan juga bisa buat karya gak cuma sebagai mesin penghasil anak.

       Makin kesini menikah seperti dijadikan ajang untuk memperkenalkan siapa dirinya. Siapa paling cepat menikah seolah-olah dia yang paling laku. Lah dia pikir tubuh manusia itu barang dagangan? Siapa yang paling cepat menikah seperti seorang pemenang, emang dia pikir menikah itu kayak lomba lari sprint? Menikah harus dengan orang yang sukses, jabatan terbaik, dengan seorang pengusaha, polisi, tantara, dan lainnya yang dianggap sempurna. Padahal menikah itu ya saling menyempurnakan bukan numpang ‘tampak sempurna’ karena disandingkan dengan orang yang dianggap sempurna.

       Perempuan yang lama menikah itu dianggap seperti bencana. Perawan tua disematkan untuk memperjelas statusnya yang belum ‘laku’ katanya. Padahal laki-laki tidak ada label perjaka tua meski sudah usia kepala tiga. Larangan bagi perempuan untuk berpendidikan tinggi karena adanya anggapan bahwa perempuan yang berpengetahuan tinggi menjadikan dirinya sulit didekati pria karena sifat laki-laki yang tidak ingin didominasi tetapi ditutupi dengan alasan “yaa namanya perempuan kan harus nurut sama laki-laki sebagai suaminya, kalau dia lebih pintar nanti jadi melawan dan mengatur suaminya, naudzubillah”.

       Pernikahan seolah-olah menjadi bagian terakhir dalam sebuah perjalanan hidup. Sehingga banyak dari society menganggap bahwa orang-orang terutama wanita yang belum menikah merupakan suatu masalah besar, sebuah penyimpangan bahkan kegagalan. Padahal sejatinya menikah bukan untuk siapa yang paling cepat melainkan ketepakan waktu yang diberikan Tuhan, bukan siapa yang paling beruntung mendapatkan pasangan sempurna namun bagaimana seharusnya kedua manusia dan keluarga saling menyempurnakan. Tidak ada ketentuan kapan seseorang harus menikah, bagaimana prosesnya, seberapa mahal resepsi dan mas kawinnya namun seberapa sakral dan bermaknanya sebuah pernikahan.

       Setiap orang punya makna tersendiri tentang penikahan. Ada yang mengangapnya sebagai tujuan hidup maka perlu persiapan matang, sehingga tidak perlu namanya stereotype menikah harus usia sekian, harus dengan sipolan, harus mahal, harus begini dan harus begitu. Menikah itu kan yang penting adanya rukun menikah seperti ijab kabul, saksi nikah, wali nikah, mempelai wanita dan pria.

       Kemudian tentang menikah muda, sebenarnya sah-sah saja menikah muda, tetapi harus ada persiapannya. Bagaimana kehidupan setelah menikah? Bagaimana menjaga hubungan baik antar keluarga? Bagaimana menanggapi tingkah pasangan yang labil? Bagaimana menjaga pandangan dengan wanita atau pria yang lebih tampan atau cantik dibandingkan yang di rumah? Bagaimana supaya tidak mudah bosan dan berakhir dengan perceraian? Dan bagaimana menjaga rumah tangga supaya langgeng sampai nenek-kakek?

       Banyak sekali pertanyaan yang harus dicari tau jawabannya sebelum menikah. Menikah itu adalah hal yang sangat sakral, jangan mempermainkan pernikahan. Saya suka kesal sendiri melihat anak-anak bau kencur yang sudah membicarakan bahkan merencanakan untuk menikah. Dia pikir menikah itu seperti permainan laying-layang atau bagaimana? masa depan masih jauh di depan sana kenapa harus menikah yang didahulukan? Terlebih dengan yang menyepelekan pernikahan, baru dua tiga tahun sudah minta cerai, padahal baru punya anak. Yang katanya pasangannya kasarlah, banyak nuntutlah, selingkuhlah, tidak bertanggung jawablah dan masalah lainnya. Yaa emang menikah itu gak enak, gak cuma skidipapap aja. Ada tanggung jawab besar yang harus dipegang sebagai istri dan suami. Lebih kesalnya lagi anak-anak yang masih imut-imutnya gak tau apa itu cerai harus menanggung semua kesalahan orangtuanya, mental mereka terganggu karena piring tiap hari melayang dan kata-kata kebun binatang terdengar lantang.

       Kalau belum cukup usia gak perlu maksain nikah, hidup gak cuma tentang cinta cuy, nikah gak cuma wikwik an doang. Ada banyak tanggungjawab yang belum bisa terpenuhi, kita masih harus belajar untuk itu semua.
Terus menikah juga bukan satu-satunya yang buat manusia bahagia, kalau emang belum siap, belum mampu gak usah maksain, society emang gitu suka ngatur-ngatur tapi yang punya kehidupan dan yang tau kebahagiaan itu diri kita sendiri. Kamu gak papa udah tua tapi belum nikah, yang penting bukan mana pasanganmu tapi yang terpenting adalah mana karyamu dan tunjukkan tindakan baik yang berpengaruh besar untuk orang banyak yang pernah kamu lakukan.

       Intinya jangan nikah muda kalau cuma karena cinta, jangan takut kalau sudah tua tapi belum juga menikah karena banyak jalan menuju kebahagiaan dan jalan itu bukan hanya menikah.
Inget society emang suka ngatur dan gak tau apa-apa. Gak papa kamu bermakna selagi punya karya😊

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Sesusah Apa Sih Skripsi itu?

Tentang Berproses

Apa Bener Kalau Perempuan Banyak Temen Pria Jadi Murahan?