Surat dari Kartini
Mumpung
ini hari Kartini, hari perempuan se-Indonesia pengen banget numpahin uneg-uneg
sebagai perempuan. Tapi sebelum itu, aku mau kasih liat kalian salah satu surat Kartini yang diberikan kepada
sahabatnya yaitu Stella Zeehandelar pada tanggal 23 Agustus 1900-an yang isinya
(Kartini,1963:72-73).
“Ingin
hatiku hendak beranak, laki-laki dan perempuan, akan kudidik, kubentuk jadi
manusia sepadan dengan kehendak hatiku. Pertama-tama akan kubuangkan adat
kebiasaan yang buruk yang melebih-lebihkan anak laki-laki dari pada anak perempuan.
Tidak usah kita herankan lagi apa sebabnya nafsu laki-laki memikirkan dirinya
sediri saja, bila kita ingat, bahwa laki-laki sejak semasa kecilnya, sudah diperlebih-lebihkan
dari anak perempuan. Dan semasa
kanak-kanak lelaki itu sudah diajar merendahkan anak perempuan itu.
Bukankah acap kali kudengar seorang ibu berkata kepada anaknya laki-laki, bila
dia jatuh, lalu dia menangis; tjis anak
laki-laki menangis, tiada malu seperti anak perempuan!” Anakku laki-laki
maupun perempuan akan kuajar, supaya menghargai dan pandang-memandang sama
rata, makhluk yang sama, dan didikannya akan ku samakan benar; yakni tentu saja
masing-masing menurut kodrat kecakapannya”.
Bahkan sampai saat ini pun, narasi
seperti itu masih kita dengarkan, dimana laki-laki tidak boleh memperlihatkan
kelemahannya, laki-laki itu ‘kodratnya’ sebagai seseorang yang kuat, gagah dan
melindungi. Sangat berbeda dengan perempuan yang lemah, cengeng dan tidak bisa
diandalkan.
Stop
stereotype!!!
Gak ada hubungannya cengeng=perempuan,
mau itu laki-laki ataupun perempuan harus sama-sama jadi manusia yang kuat, jadi
manusia yang tidak mudah memperlihatkan kesedihannya kesembarang orang. Tapi ingat
bukan berarti menangis menjadi Haram. Laki-laki maupun perempuan boleh menangis
untuk meluapkan emosi negative yang ada pada dirinya, tapi pada kadar yang
cukup, artinya tidak berlebihan. Seberapakah yang disebut berlebihan? Seberapa hatimu
merasa tenang, tidak perlu berlarut. Apapun masalahnya kita harus bangkit
secepat mungkin, cari solusi dan pergi dari keterpurukan.
Itu masih satu dari sekian banyak
stereotype yang ada dimasyarakat kita yang sebenarnya gak lagi kita butuhkan. Menangis
itu bukan tanda lemah, tapi tanda bahwa air mata juga punya fungsinya untuk
diciptakan.
Kemudian surat Kartini
lainnya yang dikirimkan kepada Prof. Anton dan Nyonya pada 4 Oktober 1901
“kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak
wanita, bukan sekali-kali karena kami
menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam hidupnya.
Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita,
agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya yang diserahkan alam
(sunatullah) sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, mendidik manusia yang
pertama-tama”
Disurat ini dijelaskan
bahwa memang pada dasarnya kami perempuan yang menginginkan pendidikan, bukan
untuk menyaingi laki-laki, sekali lagi bukan untuk menyingi laki-laki. Patriarki
yang kuat selalu menganggap bahwa perempuan yang berpendidikan tinggi akan
dijauhi laki-laki, laki-laki akan menjadi segan dan perempuan akhirnya sulit
menemukan jodohnya serta hal lainnya yang sering kita dengar. Patriarki yang
kuat selalu menganggap bahwa gerakan perempuan bertujuan untuk menjatuhkan
laki-laki dan untuk membenci laki-laki. Padahal seperti Feminisme misalnya, mereka
sama sekali tidak membenci laki-laki, mereka hanya merasa tidak diberikan
kesempatan ataupun akses yang sama dengan laki-laki oleh system patriarki.
Lihatlah sebenarnya yang
dirugikan juga bukan perempuan saja, tetapi laki-laki yang dilekatkan dengan
kata pemimpin, kuat dan segala yang menempel pada dirinya juga merasa terbebani,
maka dari itu sebenarnya gerakan seperti feminisme tidak membenci laki-laki
tetapi membenci serta mengutuk system yang
mengatur laki-laki dan perempuan itu harus begini dan harus begitu. Sebenarnya
kita manusia punya hak atas diri kita sendiri harus seperti apa dan bagaimana
dengan tidak merugikan pihak lain.
Ketika perempuan memilih
untuk menjadi ibu dan memberikan perhatiannya kepada keluarga, yaa silahkan. Feminisme
tidak mengatur perempuan harus bekerja dan laki-laki harus mencuci pakaian di
rumah.
Ketika perempuan memilih
untuk tidak menikah dan tidak memiliki keturunan, yaa terserah. Setiap tubuh
punya pemilikinya masing-masing. Feminisme tidak pernah memaksa bahwa perempuan
feminis tidak boleh menikah atau memiliki anak.
Feminisme hanya berusaha
untuk mengusahakan akses yang sama antara
laki-laki maupun perempuan, tanpa harus ada yang merasa diberi sanksi sosial
atau dikucilkan dalam masyarakat. Feminisme tidak mengatur perempuan harus
begini dan harus begitu, laki-laki tidak boleh begini dan tidak boleh begitu,
tidak. Tetapi berusaha memperlakukan laki-laki dan perempuan sama selayaknya
manusia diperlakukan.
Terlepas dari agama juga
sudah mengatur bagaimana laki-laki dan perempuan, sebenarnya Tuhan sudah memberikan
kita otak sebagai alat untuk memikirkan segala tindakan kita.
Kita bisa memikirkan
sendiri apakah perempuan yang sudah susah payah mengejar pendidikannya harus
terus melayani laki-laki seperti robot? Bukankah perempuan memiliki pilihan sendiri mengenai masa depannya? Sebelum kalian
memintanya mengambilkan handuk untuk mandi, bukankah lebih baik kalian ajak
para perempuan untuk membicarakan sebenarnya apa yang mereka inginkan.
Bukankah kita sama-sama
memiliki pemikiran yang baik? memiliki pemikiran yang maju? Bukankah laki-laki
dan perempuan itu sama-sama memiliki otak yang masih berfungsi dengan baik?
lalu mengapa tidak memberikan pemikiran yang bermutu itu kepada anak-anak kita?
Mengapa hanya mempercayakan perempuan? Mengapa laki-laki tidak mencoba untuk
mengurus anak? Mencoba untuk memberikan contoh kebijaksanaan kepada anak-anak? Mengapa?
Jangan bilang tidak semua
laki-laki itu sama! Jangan bilang bahwa laki-laki yang baik dan mau mengurus
pekerjaan rumah serta mengasuh anak masih banyak di luar sana hanya saja kami
perempuan belum menemukannya! Jangan! Tapi coba sekali lagi, ajak perempuan
bicara dan dengarkan apa keinginannya, diskusikan dan cari jalan keluarnya. Kami
perempuan juga punya suara yang ingin didengarkan layaknya laki-laki yang berteriak
supaya perempuan mau membuatkannya kopi.
SELAMAT
HARI KARTINI
Comments
Post a Comment