Antologi Cerpen "Izinkan Perempuan Bicara" Part 2
Melinda
"Jika keluarga dibangun dengan cinta, maka jangan biarkan salah satunya merasa tertekan dan tak berharga, karena sejatinya keluarga adalah yang saling mengasihi satu sama lain, bukan yang hanya ingin dihargai dengan yang lain." _Melinda.
Meskipun dilarang untuk bekerja saat masih bersama suaminya, Melinda masih sempat sembunyi-sembunyi melakukan hobbynya berjualan secara online tanpa pengetahuan suaminya. Hal ini bukan tanpa sebab dilakukan Melinda, omset yang lumayan, menjadikan penghasilan Melinda mengungguli pendapatan Rangga, yang kemudian akan membuat Rangga merasa tersaingi dan kalah menjadi imam dalam keluarga. Hal ini yang dikemudian hari menjadi bibit perceraian mereka.
"Sebelum kita menikah, aku adalah aku yang punya hobby berdagang dan punya lingkaran pertemanan yang membuatku berkembang, tapi kenapa setelah ijab kabul itu yang kamu lakukan seolah-olah tubuhku ini milikmu?"
"Yaa memang kamu itu milikku, aku sudah membelimu dengan mahar yang tinggi."
"Aku bukan barang! Dan alm. Ayah tidak pernah menjualku."
"Kamu telah menjadi istriku. Jadi aku berhak atas dirimu."
"Kita menikah atas persetujuan bersama, lalu mengapa setelah aku menjadi istrimu, aku tidak lagi berhak memiliki tubuhku?"
"Aku sudah bilang karena kamu istriku!"
"Kamu juga suamiku. Seharusnya kita bisa saling memahami dan mengerti serta menerima pasangan masing-masing. Bukan saling mendominasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi seperti ini."
Plaaakk. Tamparan keras yang mendarat dipipi Melinda.
"Perempuan yang baik itu yang mendengarkan suaminya. Surgamu itu ada bersamaku. Maka patuhlah!"
"Suami yang baik itu selalu akan mengusahakan keinginan bersama dan tujuan keluarga bukan pada keinginan diri sendiri!”.
Bayangan pertengkaran kala bersama itu kembali menghantui Melinda. Perasaan ditusuk dalam dada itu kembali dirasakannya. Sedih sekali. Katanya setelah menikah mereka bisa saling memiliki, namun pada kenyataannya Melinda harus tetap melayani suaminya setiap kali Rangga membutuhkan tubuhnya, tanpa bertanya apakah Melinda bersedia atau tidak. Tanpa memikirkan kepuasan Melinda dan tanpa ada rasanya SALING.
Jenuh dengan pikiran yang membuat dadanya sesak, akhirnya Melinda memutuskan untuk menjatuhkan tubuhnya di atas kasur dengan guling disampingnya. Tak ada lagi yang memeluknya tapi ia tak pernah merasa itu semua perlu ia rasakan kembali.
Malam yang sunyi, udara yang dingin dan suara jangkrik yang meninabobokan Melinda menjadikan malamnya begitu damai. Tak ada suara recok tetangga yang bergosip ria membicarakan dirinya kala malam tiba.
"Apa ini Mas?"
"Darimana kamu dapatkan itu?
"Aku tanya apa ini?"
"Kamu sudah tau, lalu mengapa bertanya?"
"Bukankah kita sudah berjanji dahulu jika kita tidak kunjung diberikan momongan, tidak ada satupun diantara kita yang akan melakukan tes itu?"
"Itukan kamu yang meminta. Karena kamu yang mandul!"
"Aku gak pernah tau itu Mas. Aku memang yang mengusulkan itu. Tapi kamu juga menetujuinya Mas."
"Aku pengen punya anak Mel, aku pengen punya keturunan."
"Kamu pikir aku gakmau? Terus kamu mau apa dari aku yang cacat ini?"
"Izinkan aku menikah lagi Mel, biarkan aku menjadi seorang ayah."
"Lalu apakah aku tidak pantas menjadi seorang ibu hanya karena Tuhan menciptakanku seperti ini?"
"Kamu akan menjadi ibu. Maka izinkan aku menikah lagi."
"Aku selalu mencintaimu penuh Mas, menyayangimu secara utuh Mas. Lalu kamu ingin membagi itu semua pada wanita barumu?"
Melinda terus menangis merasakan sakitnya hati yang ingin diduakan, hingga ia tersadar bahwa bantal yang ia tiduri telah basah dibanjiri air mata yang datang dari mimpi.
Reka adegan yang menyakitkan itu kembali terulang dalam mimpi Melinda. Entah karena Melinda lupa membaca doa atau karena Tuhan ingin menyampaikan sesuatu yang tidak Melinda tau.
"Akan sempurna seorang wanita, apabila ia mampu melahirkan serta menyusui seorang anak yang dilahirkan dari rahimnya sendiri."
Kalimat yang membuat hati Melinda menjadi gundah tak menentu. Ia juga menginginkan seorang bocah mungil yang membangunkan paginya dengan ompolan dan tangisan. Tapi apa daya ia tak punya kuasa atas segala yang telah terjadi.
Mitos tentang kesempurnaan seorang perempuan tak pernah benar-benar dirasakan seorang Melinda.
Ia tak pandai memasak, makanya suaminya selalu membandingkan Melinda dengan perempuan kebanyakan yang lihai menggunakan pisau dan sutil. Padahal lelaki itupun tak pernah mau menunjukkan keahlian memasaknya. Katanya pekerjaan domestik itu mudah. Tetapi otot besar itu tak bisa membuktikan apapun.
Melinda tak pandai berias bak bidadari yang selalu didambakan sang suami. Semasa pacaran dulu Melinda hanya menggunakan riasan biasa tanpa fondation dan maskara. Namun setelah menikah, absennya kedua hal tersebut menjadi masalah yang dipeributkan Rangga.
Melinda tak bisa hamil. Dan menjadikan alasan bagi Rangga untuk membenarkan perselingkuhannya dan untuk membenarkan keinginannya mendapatkan istri lagi.
Melinda sekarang telah menjadi janda. Dan lengkaplah sudah penderitaan tak menjadi seutuhnya wanita.
"Sungguh malang betul wanita itu. Karena ketidakpandaiannya dalam menjaga pandangan serta perut suami, akhirnya ia ditinggalkan." Kata para tetangga yang bergosip ria sambil memilih kangkung atau kubis didepan rumah pagi ini.
Apakah menjadi perempuan itu harus bisa melayani? Bukankah relasi suami istri itu seharusnya saling memahami? Bukan saling menuntut?
Apakah menjadi seorang istri itu harus bisa melahirkan? Lalu bagaimana dengan Melinda yang hanya memiliki vaginanya saja?
Apakah menjadi perempuan yang telah dipersunting harus kehilangan hak untuk bersuara dan hak akan tubuhnya sendiri? Sehingga apa-apa harus sesuai kehendak suami?
Apakah wanita sehina itu ketika memutuskan untuk berhenti menyiksa dirinya sendiri dengan bercerai dan menjadi janda?
Cerpen ini telah diterbitkan dalam sebuah buku antologi cerpen dengan judul yang sama pada Januari 2021.
Sebelum diterbitkan, Cerpen ini merupakan cerpen yang meraih peringkat 12 besar dalam perlombaan Cerpen tingkat Nasional berteman perempuan yang diikuti ratusan peserta.
Awalnya iseng ikut lomba karena gratis, karena aku gak pernah mau buat modal sesuatu yang belum pasti. Siapapun yang ngirim pengumumannya di grup alumni hari itu aku sangat sangat berterimakasih telah membagikan hal baik.
Oiya kalau kalian tertarik dengan bukunya yang punya cerita lengkap dan bagus-bagus banget, ada di link ini ya.
Comments
Post a Comment