Antologi Cerpen "Izinkan Perempuan Bicara" Part 5


Melinda

"Jika keluarga dibangun dengan cinta, maka jangan biarkan salah satunya merasa tertekan dan tak berharga, karena sejatinya keluarga adalah yang saling mengasihi satu sama lain, bukan yang hanya ingin dihargai dengan yang lain." _Melinda.


Menjadi seorang istri juga bukan berarti menjadi 'pelayan' dalam segala hal. Istri juga bisa merasakan lelah dan membutuhkan pelayanan suami. Bukankah dengan saling melengkapi satu sama lain, keluarga akan menjadi lebih seimbang?

Melinda yang ditemani sepi dan secangkir kopi itu tak membutuhkan lagi yang namanya teman kala malam. Ia tak butuh lagi teriakan perintah yang memintanya untuk menyeduh mie ditengah malam. Ia hanya membutuhkan kedamaian dalam alunan melodi saat membaca buku tentang evolusi kesenangannya saat ini.

Sekarang ini Melinda sangat sering menghabiskan waktu malamnya untuk membaca. Dulu ia tak punya waktu untuk menambah bacaannya, karena kerjanya hanya menyetrika, memasak dan membersihkan rumah dan suaminya. Pekerjaan yang sungguh melelahkan tanpa adanya peningkatan kualitas menjadi manusia serta penghargaan dari orang-orang sekitar yang dirasakan Melinda.

Kejadian hari ini membuat Melinda merasakan betul kebahagiaan seorang janda yang terlepas dari kungkungan patriarkial yang menyebalkan. Tapi menjadi janda juga tak membuatnya benar-benar membahagiakan karena stigma negatif yang tak kunjung pudar dimakan modernisme.

Tanpa butuh waktu yang lama Melinda telah menyelesaikan bacaannya, yaa meski hanya pada bab 1 saja, namun lembaran pada bab itu telah mampu membuat matanya sedikit lelah dan akhirnya menutup tanpa meminta izin terlebih dahulu. Ia terlelap dengan pelukan buku yang menghangatkan. Tanpa membutuhkan waktu yang lama, buku yang sedang dipeluk itu akhirnya luluh terjatuh dan membangunkan tidur Melinda.

Melinda yang tersadar kemudian bangkit dari kursinya dan melihat sekeliling rumah dan bingung harus mengerjakan apa.

"Nonton TV enak kali yaaa?" Sembari mengambil remot yang berada diatas meja.

Dasar pelakor gak tau diri, penggoda suami orang, dasar jalang!

"Astaga, sinema apa ini? Baru juga disetel udah marah-marah aja," jawab Melinda setelah melihat tayangan televisi yang begitu menegangkan.

Aku memang jalang, toh suamimu yang datang mendekatiku, kau saja yang tidak pandai menjaga hati suamimu, makanya ia pergi mencariku. Jalang itu terlalu berbangga hati dengan tindakannya.

"Apa kamu bilang janda?" Sambil mengangkat tangan segera ingin menampar jalang tidak tau diri itu.

Klik. Televisipun dimatikan.

"Sinema sampah seperti itu tidak pantas dikonsumsi." Kekesalan Melinda yang ditumpahkan pada benda mati yang dua menit lalu dihidupkannya.

"Yaaa beginilah kalau media selalu memperlihatkan bahwa janda itu penggoda, akhirnya di dunia nyatapun dianggapnya sama," dengus Melinda sambal berjalan menuju dapur untuk membasahi tenggorokannya.

"Lucu sekali rasanya, suami yang berselingkuh eh malah istri yang disalahkan dengan alasan tidak pandai menjaga suaminya. Kalau memang gak bisa setia yang salah yaa suaminya lah. Kok perempuan yang salah sih?" Melinda menumpahkan segala kesalnya pada media yang ia kira dapat menghiburnya.

Seharusnya media itu memberikan ragam tontonan yang berkualitas. Jangan selalu menampilkan hal-hal buruk yang kemudian menjadi stigma negatif bagi para perempuan dan janda. Toh nyatanya tidak semua janda itu suka menggoda suami orang.

Siapapun yang berselingkuh baik itu perempuan ataupun laki-laki tetap saja salah, karena telah berkhianat dengan pasangannya. Jangan lagi diberikan bentuk pembelaan bahwa sang perempuan yang kurang menjaga.

Menjadi perempuan tidak harus disalahkan ketika laki-lakinya berselingkuh. Istri harus menjaga hati hanya untuk suami, pun begitu dengan suami. Jangan hanya dibebankan pada salah satunya saja. Pada kenyataannya baik perempuan maupun laki-laki sama-sama bisa memilih untuk tetap setia pada pasangannya atau berbagi kasih dengan yang lainnya.

"Dasar media yang menyebalkan" ucap Melinda dalam postingan Facebooknya untuk menumpahkan kekesalannya pada tayangan televisi yang baru saja ia tonton. Tak lama kemudian datang balasan dari seorang teman dari dunia maya.

"Kau lucu sekali, mengatakan media menyebalkan, tapi kau menggunakannya sekarang." Kata salah satu akun Facebook.

"Kalimat itu sebenarnya sindiran bagi para pengguna media yang tidak bijak dalam menggunakannya," balas Melinda.

"Lalu kalimatmu itu sangat bijak yaa?" tanyanya balik.

"Media itu hanya salah satu tempat untuk menunjukkan muka-muka para penggunanya."

"Lalu kau merasa sangat bijak saat ini?"

"Lalu kau mau aku seperti apa?"

"Tak usah menjadikan media sebagai tong sampah dari kekesalanmu hari ini terhadap sesuatu."

"Mengapa aku harus menurutimu?"

Kekesalan Melinda semakin bertambah karena adanya seseorang yang tidak dikenalnya berusaha mengendalikannya bahkan di dunia maya.

"Di dunia nyata disuruh ramah dengan selalu tersenyum dengan kaum patriarki yang menjijikan. Sekarang harus menuruti dengan aturan orang yang bahkan tidak dikenal, astaga aku tidak pernah tau dunia ini milik siapa dan siapa yang akan terus menikmatinya." Melinda memutuskan meninggalkan telepon pintarnya di atas sofa.

Menjadi perempuan saja sudah sulit, apalagi harus menjadi janda seperti Melinda. Seringnya perempuan dilabeli dengan kata 'melayani' yang tak pernah punah dalam kungkungan patriarki.

"Gak papa berpendidikan tinggi, asal jangan lupa sama kodrat untuk melayani suami di rumah."

Kata mereka perempuan boleh melakukan apa saja asalkan tidak meninggalkan pekerjaan rumahnya. Laki-laki boleh mengerjakan pekerjaan publik meski tak menyentuh sedikitpun pekerjaan domestiknya. Akhirnya perempuan memainkan peran ganda dan bahkan suaminya sendiripun tak menganggapnya luar biasa.

Kalimat "kodrat" yang sering disalahartikan banyak masyarakat sebagai sesuatu yang tidak bisa dirubah sama sekali.

"Kodrat perempuan itu yaa di rumah memasak, membersihkan rumah dan melayani suami." Padahal kalau merujuk pada KBBI kodrat merupakan pemberian Tuhan, lalu apakah diciptakannya rahim adalah untuk menanak nasi? Padahal Laki-laki juga bisa menyapu, toh menyapu tidak harus menggunakan ovum.


***Bersambung***


Cerpen ini telah diterbitkan dalam sebuah buku antologi cerpen dengan judul yang sama pada Januari 2021. 

Sebelum diterbitkan, Cerpen ini merupakan cerpen yang meraih peringkat 12 besar dalam perlombaan Cerpen tingkat Nasional berteman perempuan yang diikuti ratusan peserta.

Comments

Popular posts from this blog

Sesusah Apa Sih Skripsi itu?

Tentang Berproses

Apa Bener Kalau Perempuan Banyak Temen Pria Jadi Murahan?