Antologi Cerpen "Izinkan Perempuan Bicara" Part 3

 Melinda

"Jika keluarga dibangun dengan cinta, maka jangan biarkan salah satunya merasa tertekan dan tak berharga, karena sejatinya keluarga adalah yang saling mengasihi satu sama lain, bukan yang hanya ingin dihargai dengan yang lain." _Melinda.



Apakah seorang perempuan yang kini telah menjadi janda harus terus berjuang mempertebal telinganya supaya tak mendengar kalimat 'penggoda' yang diucapkan oleh tetangga?

Segala tanya yang terus berputar dikepala Melinda membuatnya tak mampu lagi berdiri dengan kaki sendiri. Tapi ia tau ketidakmampuan melahirkan seorang anak dari vaginanya tak membuatnya menjadi wanita yang lemah. Melinda bangkit menjadi wanita perkasa yang kebal akan omongan tetangga.

Ia berdiri dan melihat cermin bahwa dirinya adalah apa yang terlihat dalam cermin tersebut. Tak perlu menjadi apa yang diharuskan masyarakat. Melinda adalah janda tapi ia tetap perkasa.

Melinda membuka jendela dan melihat surya pagi ini menyapa dengan hangat. Digunakannya tudung ala kadarnya dan pergi keluar rumah untuk mencari sarapan dipagi ini.

"Bang, buburnya satu yaa." Melinda memesan semangkuk sarapannya.

"Iya Mbak."

"Loh Mel pagi-pagi gini kok udah mangkal aja diabang bubur? Emang gak masak?" Tanya Sulastri teman SD nya yang sudah memiliki 3 orang anak.

"Hehe iya nih Sulastri, lagi males masak," jawab Melinda sambil melemparkan senyum 

"Oalah jadi perempuan itu gak boleh malas loh. Entar gak ada yang mau."

"Emang laki-laki boleh malas?"

"Yaa enggak sih," jawabnya agak lambat.

"Jadi kok suamimu belum bangun jam segini?"

"Tau dari mana kamu kalok suamiku belum bangun?"

"Yaa tau lah. Mana berani kamu keluar rumah cuma pake baju kayak gitu? Kalau tau suami kamu, habis kamu. Kamu kan takut banget sama suami kamu."

"Dasar janda menyebalkan." Sulastripun memutuskan untuk pergi meninggalkan Melinda dengan abang bubur.

"Ni Mbak buburnya. Sulastri itu emang suka nyari masalah Mbak. Gak usah didengerin."

"Iya Mas, makasih yaa," 

Adukan bubur ayam kesukaan Melinda itu seperti teman SD nya tadi, terlihat sangat tidak jelas, karena sudah berbaur dengan emosi, sindiran dan rasa malu yang harus ia tahan. Namun tetap ada yang membedakan antara Sulastri dengan bubur abang Joko ini. Meski dicampurkan antara bawang goreng dan ayam, bubur ini tetap nikmat disantap pada pagi hari.

Dalam perjalanan pulang ke rumah Melinda bertemu dengan teman lamanya.

“Eh Mel darimana pagi-pagi gini?”

“Eh Siska, dari nyari sarapan tadi sis, kamu pagi-pagi udah sibuk aja.”

“Iya nih namanya juga ibu-ibu.”

“Yuk main ke rumah Sis.”

“Selesai pekerjaan rumah nanti aku kerumah yaaa Mel.”

“Ok sis, aku tunggu dirumah yaa, daa…”

“Daa….”

Sembari melewati jalanan yang terlihat sepi, Melinda seperti mendengar suara orang memanggil, tapi bukan memanggil namanya. Ya benar saja, lelaki bujang yang tidak bekerja dan menghabiskan waktu berkumpul di pos kamling itu mamanggil Melinda dengan sebutan “jamu” dengan suara yang manja dan tatapan seperti ingin memangsa.

“Mbak jamu, sendirian aja, aku temeni mau gak?”

Melinda yang merasa hanya ada dirinya sendiri sebagai perempuan disitu, merasa bahwa teguran itu ditujukan untuk dirinya.

“Saya tidak jualan jamu Mas.”

“Lah dia gak tau jamu ternyata bro.” Ahahah mereka tertawa keras, seolah ketidaktahuan Melinda akan hal itu merupakan lawakan yang sangat lucu.

“Mbak janda muda.” Mereka kembali tertawa dengan keras.

“Kalau saya janda memang kenapa Mas?” jawab Melinda berusaha bersabar.

“Kalau Mbaknya janda boleh dong godain kita-kita, apalagi masih muda, hahahah.”

“Kamu kalau mau dihibur dengan wanita, pergi saja ke klub malam dan sewa wanita yang memang bekerja untuk menghibur orang-orang sepertimu. Jangan suka menggoda para janda disini.”

“Kalau saya maunya yang gratis seperti Mbak gimana?” tanya seorang pemuda sembari mendekatinya dan mencolek dagu milik Melinda.

Plaaakk

“Heh lelaki tidak tau diri, tidak tau sopan santun, kamu kira semua janda itu mau melayani pria gatal sepertimu? Saya punya harga diri dan kamu tidak pantas melakukan hal itu terhadap saya, hanya karena saya janda. Ibumu kalau ditinggal bapakmu juga akan menjadi janda, pun begitu dengan wanita-wanita lainnya. Apakah ibumu pantas diperlakukan seperti yang kamu perlakukan barusan? Perempuan janda tidak semuanya seperti yang dibayangkan dalam otak kotormu. Berhenti mengganggu saya dan berkurang ajar dengan semua janda yang ada disini. Kalau kamu masih melakukan hal tersebut, saya akan laporkan kamu ke polisi dengan tuduhan telah melakukan pelecehan. Kamu kasih tau sama teman-temanmu yang lain. Mengerti?”

“Me… me… mengerti Mbak, maaf Mbak.” Tamparan keras yang mendarat dipipi pemuda itu telah menciutkan nyalinya untuk kembali merasa perkasa dengan menggoda seorang janda. Pemuda itupun kembali kemarkasnya dengan rasa malu karena untuk pertama kalinya ia gagal menggoda seorang perempuan yang belum lama berpengalaman menjadi seorang janda.

Sesampainya di rumah Melinda sebenarnya ingin sekali menangis, namun ia sadar bahwa hal inilah yang akan terus ia terima, dan langkah yang dipilih Melinda bukanlah menangisi kejadian tadi, tetapi ia optimis untuk tetap memerjuangkan harkat dan martabatnya sebagai perempuan janda yang punya hak untuk tetap merasa aman dan bahagia.

Melinda mengambil minum di dapur untuk memuaskan dahaganya karena sudah dihabiskan untuk mengomeli lelaki kurang ajar dijalanan tadi. Sembari membuka laptop, Melinda melihat beberapa pesanan masuk dari ollshopnya, ia mulai bekerja hingga beberapa jam kedepan.


***Bersambung***


Cerpen ini telah diterbitkan dalam sebuah buku antologi cerpen dengan judul yang sama pada Januari 2021. 

Sebelum diterbitkan, Cerpen ini merupakan cerpen yang meraih peringkat 12 besar dalam perlombaan Cerpen tingkat Nasional berteman perempuan yang diikuti ratusan peserta.

Oiya kalau kalian tertarik dengan bukunya yang punya cerita lengkap dan bagus-bagus banget, ada di link ini ya.

Comments

Popular posts from this blog

Sesusah Apa Sih Skripsi itu?

Tentang Berproses

Apa Bener Kalau Perempuan Banyak Temen Pria Jadi Murahan?