Dikotomi Kendali dan Kebahagiaan
DIKOTOMI KENDALI DAN KEBAHAGIAAN
(Filosofi Teras by Henry Manampiring)
Buku Filosofi Teras karya Om Piring ini memberikan saya sebuah pemikiran baru yang menakjubkan, dengan prinsip yang sederhana dari para filsuf yang hidup pada 2000 tahun lalu membuat saya mengerti arti kebahagiaan yang sesungguhnya.
Berawal dari kisah dua tokoh hebat yang mampu menjalani hidup dengan keadaan yang begitu sulit tetapi tetap memberikan kebahagiaan pada diri sendiri bahkan kepada orang lain. Kedua tokoh tersebut adalah Vice Admiral James Stockdale dan Viktor Frankl.
Stockdale adalah seorang pilot angkatan laut Amerika Serikat yang terjun di perang Vietnam. Pesawat yang diterbangkan Stockdale ditembak jatuh di wilayah musuh, tetapi Stockdale berhasil menyelamatkan diri dengan terjun menggunakan parasut. Sesudah ditangkap Stockdale dipukuli dan dikeroyok habis-habisan oleh para musuh yang mengakibatkan Stockdale menjadi pincang seumur hidupnya. Stockdale juga menjadi tawanan selama 7,5 tahun dan berada dalam sel isolasi yang mengharuskan ia tidak berhubungan dengan orang lain selama 4 tahun, mengerikan sekali. Namun dalam kondisi yang sangat menyedihkan tersebut Stockdale tetap menghibur tawanan lainnya dan pada saat kembalinya Stockdale ke Amerika Serikat ia menuliskan sebuah esai dengan judul “Courage Under Fire: Testing Epictetus’s Doctrines In A Laboratory of Human Behavior” (Keberanian dalam Serangan: Menguji Doktrin Epictetus di dalam Labolatorium Perilaku Manusia).
Tidak berhubungan dengan orang lain selama 4 tahun dan masih bisa menulis esai? Sangat menakjubkan bukan. Lihat diri kita saat ini, baru diputusin pacar saja rasanya sudah tidak mau hidup di dunia yang kejam ini, baru dapat nilai ujian yang kurang bagus saja sudah kesal dan menangis. Lemah sekali generasi milenial ini.
Kisah selanjutnya datang dari seorang keturunan Yahudi yang hidup pada masa Perang Dunia II yaitu Viktor Frankl yang bekerja sebagai psikiater di Austria. Pada saat tantara Nazi Jerman masuk ke Austria, keluarga Frankl dikirim ke ghetto Yahudi, kemudian dipindahkan lagi ke kamp konsentrasi. Ayah Frankl meninggal pada saat berada di ghetto, kemudian ibunya, saudara laki-laki, dan istrinya dibunuh di kamp konsentrasi. Namun dalam kondisi yang sangat berduka dan tertekan tersebut Frankl masih tetap bekerja menyediakan pengajaran dan juga layanan kesehatan bagi sesama tawanan. Sesudah Peran Dunia II, Frankl kembali ke Vienna dan menuliskan sebuah buku yang berjudul “Man’s Search of Meaning” (Pencarian Manusia akan Makna).
Bahkan saat diri sendiri membutuhkan dukungan moril Frankl tetap memberikan manfaat bagi orang-orang di sekitarnya, lalu bagaimana dengan kita? Yang hidup tanpa tekanan dan desakan apapun, sudahkah kita memberikan manfaat bagi orang-orang disekitar kita atau malah berceloteh dengan kalimat andalan ‘dia cuma manfaatin aku’.
Lalu pertanyaan yang muncul dibenak kita adalah bagaimana bisa mereka melakukan hal itu? Sungguh sulit dan mustahil, tetapi mereka sudah melakukannya. Nah berikut ini adalah tips rahasia bahagia yang telah diterapkan oleh Stockdale dan Frankl.
Stockdale dan Frankl telah mengerti bahwa kebahagiaan itu muncul karena diri mereka sendiri tahu dimana saja hal yang bisa mereka kendali dan yang tidak bisa mereka kendalikan yang telah diajarkan oleh para filsuf stoa.
Dalam buku Filosofi teras karya Henry Manampiring ini menjelaskan mengenai Dikotomi Kendali (dichotomy of control), singkatnya dalam dunia ini ada dua hal yang harus kita ketahui yaitu hal-hal yang berada dalam kontrol kita dan hal-hal yang berada di luar kendali kita.
“Some things are up to us, some things are not up to us”
-Epictetus [Enchiridion]
Lalu apa saja hal-hal yang berada dalam kontrol kita dan yang bukan dalam kontrol kita?
Hal-hal yang berada dalam kontrol kita, yaitu:
1. Pertimbangan (judgment), opini, atau persepsi kita.
2. Keinginan kita.
3. Tujuan kita.
4. Segala sesuatu yang merupakan pikiran dan tindakan kita sendiri.
Hal-hal yang berada di luar kendali kita, yaitu:
1. Tindakan orang lain (kecuali tentunya dia berada di bawah kendali kita).
2. Opini orang lain.
3. Reputasi/popularitas kita.
4. Kesehatan dan kekayaan kita.
5. Kondisi saat kita lahir.
6. Segala hal di luar tindakan dan pikiran kita, seperti cuaca, banjir dan lainnya.
Nah, menurut filsuf Stoa kebahagiaan sejati hanya bisa datang dari “thing we can control”. Itu sebabnya kenapa Suli si artis korea yang sudah kaya dan populer juga tidak bisa bahagia dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, karena sejatinya kebahagiaan tidak didapat dari popularitas dan juga kekayaan. Jadi masih mau beli followers biar dibilang anak hits dan populer? Coba pikir sekali lagi, apakah dengan followers yang beribu-ribu itu akan membuatmu bahagia?
Menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal yang bukan kendali kita, seperti perlakuan orang lain, opini orang lain, kekayaan, jabatan dan hal lainnya yang bukan kendali kita merupakan hal yang irasional. Jadi perkataan orang lain tentang fisik kita, yang hitam, kurus dan pendek bukanlah sesuatu yang harus kita dengarkan, karena memikirkan hal-hal yang bukan kendali kita merupakan perbuatan sia-sia, dan tentunya tidak membuat kita bahagia.
Kita tidak bisa memilih situasi kita, harus seperti yang kita pikirkan, tetapi kita bisa menetapkan sikap (attitude) kita atas situasi yang sedang kita alami. Kita tidak bisa menentukan cuaca hari ini supaya lebih cerah dari hari kemarin supaya pakaian kita kering, namun kita bisa menentukan sikap kita untuk lebih memanfaatkan cuaca yang mendung ini untuk rebahan lebih lama dan membaca lebih banyak.
Misalnya nih dalam sebuah hubungan persahabatan, karena persahabatan melibatkan oang lain, maka sudah jelas bahwa ini di luar kendali kita, walaupun kita sudah melakukan segala cara untuk mempertahankannya. Kita sudah berlaku sangat ramah, mau meminjamkan uang meski tidak dikembalikan, merayakan ulang tahunnya meski dia lupa ulang tahun kita, memposting foto bersama dengan caption yang begitu manis, memberikan hadiah mahal meski lagi kere dan segala hal yang kita anggap sebuah perjuangan untuk tetap bersama, tetapi tetap saja persahabatan terasa dingin dan mati atau bahkan merasa sangat fake sekali karena hal di luar kendali kita. Misalnya ternyata dia menganggap kita tidak termasuk anak gaul dan hits yang pantas berada di samping dia dan disebut sahabat atau bahkan sebenarnya dia tidak merasa itu semua cukup untuk dapat dikatakan sebagai sahabat sejati.
Nah hal-hal seperti ini tidak perlu dipusingkan mengapa mereka begitu dan begini, tidak sesuai dengan ekspetasi kita, yang terpenting adalah sikap kita terhadap suatu hal dan orang lain. Tidak penting mereka tidak menganggap kita sebagai sahabatnya atau orang penting dalam hidupnya, karena yang terpenting adalah kita sudah berlaku jujur, ramah, dan menghargai dia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Jangan habiskan waktu untuk hal yang sia-sia atau irasional dengan memikirkan apa yang bukan menjadi kendali kita yang tidak akan membuat kita bahagia. Tetapi fokuslah pada apa yang dapat kita kendalikan dalam hidup untuk dapat menciptakan kebahagiaan yang abadi.
Terimakasih sudah membaca semoga harimu bahagia 😊
Mantap terus berproses dek sukses selalu
ReplyDeleteSiap abangda 👍
Delete