Apa yang kamu Katakan?

Alkisah pada suatu malam didalam rumah sebuah keluarga sederhana, seorang pemuda yang mendatangi ibunya kemudian bertanya.




Anak : buk emang aku jelek kali yaa?
Ibu : ha? Kenapa emangnya?
Anak : kata tetangga itu tadi siang sama aku gini "kalau ada yang mau nikah sama kamu itu berarti perempuannya hilang ingatan" ahahahhaha
Ibu : halah gak usah dipikirin.
Lalu sang ibupun pergi kedalam kamar dan memikirkan perkataan tetangga itu dengan sangat dalam.

Larut malampun tak membuat sang ibu terlelap dalam mimpi yang indah. Tak lain tak bukan sebabnya adalah omongan tetangga kepada anak bujangnya.

Tak ada amarah yang tampak dalam raut wajah sang ibu, namun tiba-tiba air matanya bicara betapa pedihnya hati sang ibu menerima penghinaan yang cukup menyayat hatinya. Malamnya dihabiskan bukan dengan mata yang tertutup tetapi dengan mata yang terbendung air kesedihan.

Kisah ini nyata, dialami oleh orang terdekat saya, tapi bukan ibu saya.

Kadang kita tidak pernah tau omongan yang mana yang akan menyakiti siapa. Sebab omongan yang menyakitkan sering kali diselimuti hawa bercandaan. Lihatlah bagaimana tetangga menganggap bahwa itu hanya guyonan semata. Namun guyonan itu tidak mampu membuat ibu yang melahirkannya ikut tertawa ria.

Seringnya kita tidak sadar bahwa becandaan kita melewati batas. Hingga akhirnya melukai banyak jiwa.

Ibu itu benar-benar tau perjuangannya selama ini membesarkan anak laki-laki itu. Peluh keringat untuk membuatnya tumbuh. Letih setiap sendinya hanya diperjuangkan untuk membesarkan putra-putrinya. Hingga datang suatu masa dimana rasanya semua tetangga tak mengharapkan kebahagiaan anak yang dibesarkannya.

Pertama saya mendengar cerita ini, sungguh saya ingin menangis dan marah. Namun tak jadi saya jatuhkan air mata karena malu sedang bekerja.

Toh wajah yang tak rupawan bukan kemauan ibu dan anaknya. Semua itu takdir dan tiada seorangpun yang mampu merubahnya. Meski beberapa orang tetap melakukannya dengan berbagai cara. Namun sejatinya mereka tidak pernah benar-benar berubah.

Tubuh yang tidak tinggipun juga takdir, kita tidak bisa bernegosiasi dengan Tuhan dan menawarkan seberapa tinggi pantasnya tubuh kita. Semua itu kehendak Tuhan. Dan kita hanya perlu menerimanya.

Saya sangat sedih melihat betapa masyarakat kita selalu mengagungkan fisik. Seseorang bisa melakukan hal apa saja karena masyarakat mewajarkan hal tersebut hanya karena ia cantik.

Bullshit!! Bahkan ia tidak mengusahakan apapun dari hal itu. Ia menerimanya dari Tuhan tanpa usaha sedikitpun dan bangga akan hal itu. Percuma.

Apa yang perlu dibanggakan dari fisik? Itu semua pemberian dan kita menerimanya tanpa ada usaha secuilpun.

Dan apa gunanya fisik, jika moralnya tidak ada? Apa gunanya fisik jika dipergunakan untuk merendahkan makhluk Tuhan yang lainnya?

Begini kalau kamu punya sebuah karya, patung atau lukisan misalnya. Tiba-tiba seseorang yang tidak tau apa-apa datang dan berkata "patungmu jelek" atau "lukisanmu tidak menarik".

Bagaimana perasaanmu? Tanpa bertanya bagaimana prosesnya, berapa waktu dan biaya yang kau habiskan untuk sebuah karyamu itu. Tiba-tiba mereka menghina sesukanya. Pasti kamu akan merasakan sakit yang begitu mendalam bukan.

Pun begitu dengan ibu tadi. Pun begitu dengan Tuhan yang sudah menciptakan manusia sedemikian rupa tapi tetap saja dihina. "Dasar hitam, pendek" kata mereka. Sakit dan pedih rasanya.

Ayolah tidak perlu membahas fisik dan memaki sesuka hati. Bercanda sewajarnya saja. Perbaiki setiap kalimat yang terucap dari bibir kita. Toh bibir kita juga hanya titipan yang harus dipergunakan dengan baik.

Lebih baik diam daripada menyakiti. Ayo edukasi diri dengan memperbanyak belajar dari orang-orang sekitar. Supaya kita bisa lebih memaknai hidup sebagai makhluk sosial.

Dan ingat fisik bukan sesuatu yang berarti jika kamu sendiri tidak mengerti arti kulitmu yang putih dan rambutmu yang lurus.

Comments

Popular posts from this blog

Sesusah Apa Sih Skripsi itu?

Tentang Berproses

Apa Bener Kalau Perempuan Banyak Temen Pria Jadi Murahan?