Antologi Cerpen "Izinkan Perempuan Bicara" part 4

 Melinda

"Jika keluarga dibangun dengan cinta, maka jangan biarkan salah satunya merasa tertekan dan tak berharga, karena sejatinya keluarga adalah yang saling mengasihi satu sama lain, bukan yang hanya ingin dihargai dengan yang lain." _Melinda.


Pukul 12:00, perut Melinda yang hanya diisi dengan semangkuk bubur tadi pagi, sudah kembali merengek minta diisi. Baru saja Melinda ingin masuk ke dapur untuk memasak, terdengar suara pintu yang diketok dari luar.

“Assalamualaikum.”

“Walaikumussalam, eh siska beneran datang, aku kira cuma bercandaan aja tadi.”

"Hehe iya nih beneran, gak papa kan? Lagi ngapain Mel?"

"Gak ada sih Sis, cuma duduk santai aja."

"Enak yaaa kamu bisa punya penghasilan sendiri."

"Kamu juga bisa kali Sis, penting mau usaha aja."

"Aku tuh mau usaha, tapi suami aku gak bakal ngizinin Mel."

"Haduh, sulit emang punya patner hidup yang gak bisa sejalan."

"Yaaa gitu deh Mel, eh cuacanya panas banget yaa Mel hari ini."

"Iya Sis, buka aja kali jaketmu."

Perlahan tapi pasti Siska membuka pakaian hangatanya tersebut dan Melinda terbelalak dengan apa yang ia lihat dilengan Siska.

"Tanganmu kenapa biru gitu Sis?" tanya Melinda sambil berusaha menarik tangan Siska.

"Eh gak papa kok," sambil berusaha menyembunyikannya.

Plaak. Melinda memukul ringan lengan Siska.

"Aau bego banget sih Mel, sakit tau," ucap Siska dengan memegangi lenganya yang dipukul Melinda.

"Katanya gak papa, tapi teriaknya kenceng gtu Sis."

"Sakit tau."

"Kenapa sih? Lebam gitu?"

"Gak papa MELINDA."

"Kamu habus digebukin suamimu Sis?"

"Hah?" gelagat yang mencurigakan itu tak bisa lagi disembunyikan lagi oleh Siska

"Kamu telat buatin sarapan? Atau ketahuan keluar rumah tanpa izin suamimu?"

"Kamu tau dari mana Mel?"

"Gak penting. Yang penting itu ini lukanya udah diobatin belum?"

"Udah sih kemaren, cuma belum ilang rasa sakitnya."

"Kesalahan apa yang kamu buat Mel?"

"Hmmm hari itu aku capek banget Mel, jadi malemnya Mas Andi minta aku layanin dia, aku bilang aku sedang datang bulan, terus dia diemin aku semalaman. Pas pagi aku sholat bareng dia dan kayak biasa baca Qur'an. Eh ternyata dia tau kalok aku belum mandi paginya. Yaudah deh akhirnya dia sabet aku pake tali pinggangnya, makanya bekasnya panjang gini Mel."

"Kamu kenapa milih bohong sih?"

"Karena cuma alasan itu yang bisa diterima Mas Andi Mel, kalau aku bilang capek, ntar dia malah maksa aku buat ngelakuin itu dan rasanya gak enak banget Mel."

"Dia emang semudah itu nyakitin kamu Sis?" Siska hanya mengangguk pelan.

"Kenapa masih bertahan? Aku yakin pasti masih ada luka lainnya kan Sis?"

"Aku gak mau pisah Mel, kasian Riko, anak aku Mel."

"Riko gak pernah tau kalau ayahnya sering melukai ibunya Sis?"

"Tau Mel. Karena Mas Andi kalau marah suaranya keras. Riko pasti dengar Mel."

"Terus kamu mau Riko tumbuh dengan suasana keluarga yang saling menyakiti gitu."

"Ini gak sering kok Mel."

"Kamu berusaha menyembunyikan semua itu kan Sis?"

"Ini aib keluarga aku Mel."

"Aib? Kamu yang disakitin dan anak kamu yang jadi korban juga dan kamu masih pengen melestarikan aib ini Sis?"

"Aku gak papa Mel, aku masih kuat kok." Tanpa sadar Siska menjatuhkan air matanya. Seolah-olah matanya tidak terima akan perkataan bohong Siska dan bicara mengenai penderitaan yang selama ini telah dialaminya.

"Udah sore Mel, aku pulang dulu yaa. Takutnya nanti Mas Andi pulang aku gak di rumah."

Siska yang sudah berdiri dan bergegas pulang terhenti karena pegangan tangan Melinda yang begitu erat.

"Kamu harus pikirin apa yang aku bilang tadi Sis, Riko gak bisa selamanya tinggal dalam suasana rumah yang kasar gitu Sis. Riko masih kecil. Selain dia butuh tempat yang aman buat dia berkembang, kamu juga punya kewajiban untuk merasa bahagia tanpa paksaan dan ancaman dari Andi Sis."

"Iya Mel, makasih sarannya yaa, aku akan coba pikirin ini semua."

Sambil berpelukan Melinda membisikkan kalimat penuh kasih seorang sahabat ditelinga Siska.

Sebegitu sayangnya Siska sama anaknya, sampe-sampe dia rela disakiti terus menerus oleh suaminya hanya karena tidak menginginkan anaknya kehilangan sosok ayah. Tapi pada kenyataannya Riko memang tidak memiliki sosok ayah. Karena ayah adalah sosok yang bisa menyayangi dan melindungi keluarganya, bukan malah menjadi duri dalam daging.

Melinda merasa bersyukur atas perpisahannya dengan mantan suaminya dulu. Meski ia sekarang menjadi janda, tetapi ia tidak harus dikekang dengan aturan patriarki yang menyebalkan itu. Ia bisa melanjutkan hobby berjualannya tanpa harus bersembunyi, ia bisa pergi ke surau, mol dan toko buku sendirian tanpa harus menunggu suaminya mengantarkannya atau sekedar mengizinkannya. Yaa meskipun masih banyak laki-laki yang suka mengganggunya saat dijalanan, setidaknya sekarang Melinda memiliki otoritas atas tubuhnya sendiri. Ia tak perlu merasa khawatir dengan perlakuan suami yang akan menyakitinya hanya karena tidak diberi jatah malam seperti yang Andi lakukan kepada Siska.

Menjadi janda bukan berarti seorang perempuan telah gagal dalam membina rumah tangga. Toh nyatanya rumah tangga dibangun oleh sepasang suami dan istri yang saling melengkapi, bukan hanya tugas seorang istri saja.


***Bersambung***


Cerpen ini telah diterbitkan dalam sebuah buku antologi cerpen dengan judul yang sama pada Januari 2021. 


Sebelum diterbitkan, Cerpen ini merupakan cerpen yang meraih peringkat 12 besar dalam perlombaan Cerpen tingkat Nasional berteman perempuan yang diikuti ratusan peserta.


Comments

Popular posts from this blog

Sesusah Apa Sih Skripsi itu?

Tentang Berproses

Apa Bener Kalau Perempuan Banyak Temen Pria Jadi Murahan?