Tujuh

 Aku cantik, aku mandiri, aku special. Ucapku pada cermin sebagai ritual setiap pagi. Dulu setelah ditinggalkan Mas Raka, aku selalu merasa gagal jadi perempuan, ya gimana gak gagal coba? Diselingkuhin sama laki-laki. Dari situ aku selalu merasa diriku enggak pernah pantas hidup, karena duniaku ada padanya. 

Tapi itu dulu, sebelum ritual pagi aku kerjakan. Untuk bisa mencintai diriku sendiri, untuk bisa menerima hidupku kembali seutuhnya dan tanpa menggantungkan kebahagiaan dan angan-angan ku pada Mas Raka, aku mulai mensyukuri nikmat Tuhan dengan cara menghargai diriku, mencintai diriku terlebih dulu sebelum melakukan nya kepada orang lain.

Hari ini pertama kalinya aku akan bekerja di kantor baru, dengan rekan kerja yang juga baru. Semoga selain gaji baru, aku juga bisa mendapatkan pasangan baru di sini, sebelum mama mengoceh lagi. 

Kantor baruku tidak jauh dari tempat tinggal ku, cukup 20 menit berjalan kaki, aku akan sampai di sana. Tidak perlu menggunakan kendaraan bermotor, supaya lebih sehat dan hemat. 

Oiya, kamarku belum berwarna lilac seperti ceritaku kemaren, aku tidak mungkin menghabiskan uangku sebelum gajian tiba, nanti yang ada malah nambah utang. Dihidupku yang baru ini aku ingin berhenti dari kebiasaan berhutang, lebih baik mengurangi pengeluaran daripada harus ditagih hutang setiap bulan. Percayalah itu sangat tidak nyaman. 

Tidak banyak yang berbeda di sini, jalanan selalu ramai dengan orang-orang yang tidak sabaran. Suara klakson di mana-mana, motor yang saling salip seperti urusannya sendiri yang paling penting daripada oran lain, sampai-sampai mengabaikan keamanannya. 

Di depan jalan ada banyak sekali orang berkerumunan, ada apa ya? 

"Dia kira kalau bunuh diri itu akan buat masalahnya selesai?" Seseorang yang menghalangi pandanganku dari kerumunan itu berbicara dengan teman disebelah nya, membuatku mengerti kenapa banyak orang di sana. 

"Mungkin dia kira akan masuk surga setelah ini," ucap temannya. 

Sepertinya ada seseorang yang mengakhiri hidupnya dengan terjun bebas dari lantai di atas sana. Aku tidak banyak waktu untuk mewawancarai orang-orang di sana, aku kembali melanjutkan perjalananku. 

Kasihan sekali orang itu, sudah mati saja masih disalahkan, padahal belum ada kepastian alasannya jatuh dari gedung yang tinggi itu. Sepertinya kejadiannya belum lama, belum ada pihak kepolisian yang mengurusnya. 

Tapi yang membuatku tertarik adalah tentang surga dan neraka yang dibicarakan dua perempuan paruh baya tadi. 

Mereka bilang bunuh diri tidak menyelesaikan masalah, memang benar. Kalau misalnya dia bunuh diri karena terlilit hutang, pasti masalah hutang itu akan tetap berjalan menemui keluarganya yang lain atau mungkin temannya yang akan ditemui, yang pasti masalah nya gak akan hilang walaupun orangnya sudah tiada. Lalu ibu yang satunya lagi tadi bilang apa? Dia kira akan masuk surga? Apa yakin orang-orang yang memutuskan hidupnya dari dunia ini akan berfikir tentang surga-surgaan? Bukannya mereka yang bunuh diri itu hanya memikirkan cara supaya masalahnya selesai? Kalaupun dia memikirkannya, pasti hidupnya di dunia ini sudah terasa seperti neraka. Aku yakin itu. 

Perihal surga dan neraka sepertinya menjadi pembahasan yang sakral, seharusnya. Tapi banyak dari masyarakat yang sepertinya sudah paham siapa-siapa saja yang akan masuk surga dan neraka. 

Contohnya seperti pengikut agama tertentu, mereka bisa memastikan siapapun yang tidak masuk dalam agamanya pasti akan bertempat di neraka nantinya. Padahal seharusnya ketentuan siapa yang akan masuk surga dan neraka adalah urusan Tuhan, tapi seringnya firman Tuhan itu dijadikan alat untuk merendahkan orang lain yang tidak sama dengan dirinya. 

Tidak perlu berpikir tentang surga dan neraka kelamaan, aku sudah sampai di depan kantor baruku "Permisi mbak, saya Donna. Saya sudah ada janji dengan Ibu Risty, ruangan beliau ada di mana ya?" 

"Oh iya mbak Donna, mari saya antar."

Ramah sekali perempuan yang mengantarku ini, lesung pipinya menambah pesona saat tersenyum. Aku tebak dia yang paling cantik di kantor ini, makanya ditempatkan di bagian yang berurusan dengan tamu. Trik yang selalu di gunakan di mana saja, kalau punya fisik yang cantik, pasti akan ditempatkan pada bagian seperti itu. Sama dengan perusahaan yang bergerak dibagian penjualan, syarat untuk bekerja di sana adalah "berpenampilan menarik" Padahal tulisan itu seharusnya "Memiliki paras cantik, putih, tinggi dan bisa berdandan" Kan lebih jelas daripada hanya berpenampilan menarik. Wanita dan kecantikan, apalagi yang bisa dijual dari perempuan selain parasnya? Bakat? Kecerdasan? Halah itu kan nomer sekian. 

Perempuan kalau sudah putih, tinggi, punya badan bagus, semua urusannya akan dipermudah. Selain syarat berpenampilan menarik tadi, perempuan cantik juga akan mendapatkan banyak keuntungan. Contohnya pada kalimat untung aja cantik, kalau enggak. .. Hmm paham kan maksudnya? 

Ruangan ibu bos ternyata tidak begitu jauh dari pintu masuk, aku memang harus menemuinya, perintah dari pak bos lamaku. 

"Selamat pagi buk." Aku membungkukkan badanku, tanda menghormatinya. 

"Selamat pagi, silahkan duduk Donna."

"Terimakasih buk."


Cukup 30 menit berbincang-bincang dengan perempuan yang ternyata lebih cantik dari yang mengantarku tadi. Ia lebih ramah dari yang kulihat, banyak obrolan karena ternyata kami sama-sama perempuan berusia 27 tahun yang belum menikah. 

Terimakasih Tuhan, akhirnya aku punya teman yang senasib denganku. 

Aku mendapatkan meja kerja yang lumayan lebar daripada tempat kerjaku yang lama. Ku letakkan vas bunga untuk membuat mejaku lebih ramah dari pemiliknya. 

"Hai, Donna ya?"

"Eh iya, kok udah tau aja sih?"

"Itu namamu kan ada di dinding informasi, semua karyawan ada di sana namanya."

"Oh iya juga ya," Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal karena malu "eh namamu siapa?"

"Aku Rani."


Hari itu pertama kalinya aku bekerja dan mendapatkan banyak teman baru, ya namanya juga masih awal, semua terlihat ramah dan sopan. Aku belum tahu bagaimana hari esok dan setahun setelah disini, apakah semua akan tetap sama? Kuharap begitu, meskipun akhirnya aku tau bahwa itu tidak mungkin. 

Oiya di kantor baruku ini tidak banyak karyawan laki-laki, dominan perempuan, rumornya sih karena ibu bos sangat feminis, haha apapun itu aku tidak peduli sebenarnya, karena niat awal ku hanya mencari penghidupan dan lari dari omongan tetangga di kampung. 


Comments

Popular posts from this blog

Sesusah Apa Sih Skripsi itu?

Tentang Berproses

Apa Bener Kalau Perempuan Banyak Temen Pria Jadi Murahan?