Tentang Novel "Tuhan Izinkan aku Menjadi Pelacur"

 Beberapa minggu lalu ada seorang teman yang meminta pandangan saya tentang sebuah buku yang sebenarnya sudah saya baca tapi tidak  tamat, ia memintanya setelah membaca tulisan saya yang ini. Mungkin ia ingin tahu lebih banyak atau mengetes keyakinan saya, saya tidak tahu tapi yang pasti buku itu memang memberikan beberapa sudut pandang yang berbeda. 

Buku itu judulnya “Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur” karya bapak Muhidin M Dahlan yang sangat luar biasa.



Jadi singkatnya dalam cerita itu pemeran utama yang bernama Nidah Kirani kecewa dengan apa yang telah ia persembahkan selama ini, ia kecewa dengan agamanya, kecewa dengan Tuhannya, ia kecewa dengan laki-laki yang menjamah tubuhnya (walau sebenarnya ia menyetujuinya). Kekecewaan pada kelompok Jemaah yang ia anggap bisa membawanya menuju mimpi yang sangat indah, membangun negara islamiyah, ternyata hanya omong kosong, wanita yang awalnya selalu bermesraan dengan Tuhan setiap malam, menekuni hidup sederhana layaknya para sufi, selalu mengagunakan Tuhan merasa bahwa semua muanya terlalu abstrak untuk tekuni, hatinya tidak puas dengan semua yang sudah ia lakukan, ia buntu dan kecewa dan melawan Tuhan dengan menjadi pelacur menjadi hina menurut banyak orang. 

Dalam cerita itu pernah satu kalimat yang menohok menampar saya, kalimat nya kurang lebih begini “seharusnya kita mendengarkan ucapan setan supaya mendapatkan keseimbangan informasi”

BACA JUGA 5 Tahapan Mengatasi Kesulitan Hidup

Kita atau saya sebenarnya sangat sering  mengatakan untuk selalu mendengar semua dari kedua belah pihak, lalu kenapa kita tidak pernah mendengar kesaksian setan dan teman-temannya? Hah gila ucapan apa ini yakan? Tapi memang benar kenapa kita tidak pernah mendengarnya? Karena ia selalu menjerumuskan kita bukan begitu? Ia tidak bisa dipercaya, informasi yang kita dapat darinya hanyalah tipu daya, bukan malah mendapatkan keseimbangan informasi, barangkali kita malah mendapatkan jebakan batman. Ya mungkin karena kita sedari awal memang sudah menanamkan bahwa Tuhan itu ada dan Ia yang menciptakan kita dan kita wajib tunduk atas segala-galanya dari Dia meski terkadang seperti dicoba-coba atau dipermainkan. 

"Ah, iman kata mereka. Bukankah iman adalah adanya penyerahan seorang manusia hanya karena ia tak berdaya. Percaya artinya berserah dan menyerah berarti tidak mampu"

Tapi pertanyaan selanjutnya muncul yakni memang apa salahnya menjadi pelacur? Mereka kan melakukan nya atas dasar simbiosis mutualisme, satu butuh uang satunya butuh sex, atau bahkan dua-duanya butuh sex. Siapa yang dirugikan? Istri bapak yang memesan pelacur? Lah bapaknya yang salah bukan pelacur atau istrinya. Kan pelacur hanya bekerja dan istri tidak bisa menghendaki suaminya untuk setia meskipun sudah susah payah menjadi yang katanya pelayan. 

Lalu bagaimana dengan penyakit dan anak yang akan ditimbulkan? Nah kan sudah ada kondom, KB, supaya lebih aman? Tapi memang tidak cukup sih, makanya perlu aturan untuk legalitas pekerjaan ini atau bisa kita sebut dengan regulasi. Hah yang benar saja? Benar, Di Jerman semua muanya diatur, berapa usia perempuan yang mau masuk ke dalam industri ini harus di atas 18 tahun yang sudah memiliki sertifikat kesehatan seksualitas yang beberapa bulan sekali harus terus diperbaharui kecuali sudah berumur 21 tahun dan para pelacur berhak atas tubuhnya sendiri yang kalau ada pelanggan yang ngeyel tidak mau pakai kondom bisa saja menolak untuk bekerja. Sehingga kalau semuanya ini diberlakukan akan bisa meminimalisir tertularnya penyakit seksual. Masalah selesai kan? 

Bahkan bisa dipantau kalau misalnya ada pelecehan, kekerasan, pemaksaan, anak di bawah umur, pemerasan dan lain-lain, akhirnya lebih terkontrol atau bisa juga dengan dibatasi persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa masuk dalam industri ini, misalnya harus berKTP Atheis? Haha semacam itulah, Ini lebih efektif daripada menggusur tempat hiburan malam yang malah hanya jadi pindah tempat saja yang rasanya percuma kan? 

Saya tidak bilang untuk mengkampanyekan supaya pelacur diberlakukan layaknya pekerjaan lain juga. Memang jadi polemik sendiri bagi saya yang juga masih percaya dengan norma dan agama. Tapi kan maksudnya daripada tidak terjangkau, sembunyi-sembunyi malah makin bahaya, toh nyatanya mau bagaimana pun itu akan tetap ada, bukan cuma yang mau jadi pekerja seks nya tapi para penikmat nya juga. Tentunya kalian pernah dengar kan tentang sebatang korek api untuk bisa melihat “surga” para wanita pekerja seks yang sudah lanjut usia, yang pelanggannya hanya membayar seribu dan anak-anak? Itu bukti bahwa memang pekerjaan ini sepertinya abadi. 

BACA JUGA Perihal Cantik

Oiya dalam buku itu juga ditulis bahwa Tuhan yang menghendaki seorang Kiran untuk hidup maka Tuhanlah yang bertanggung jawab atas hidupnya. Aku sih gak seberapa setuju dengan statmen dia, gini loh kalau misalnya kita punya anak, kita yang “bikin” apa serta merta kita tanggung jawab sampe dia gede? Sampe ngajarin dia caranya berhubungan badan? I think dengan memberikan gambaran, contoh prilaku, ucapan-ucapan dia bisa kok hidup dan milih harus gimana, yakan? Sama kayak gunanya kitab suci, sejarah para nabi dan lain-lain nya yang bisa banget buat milih jalan hidup harus gimana. Nah kalau semua muanya Tuhan yang kerjain dan kendaliin, buat apa diciptakan manusia bermilyar-milyar? Sama aja kayak ngumpulin kelereng sebanyak-banyaknya, permainannya sama, cara mainnya sama aturannya sama. Kenapa harus beda? Ya kenapa harus sama? 

Sejauh ini aku menikmati jalannya cerita meski di beberapa part agak bosan, tapi ya menurutku sah-sah aja kalau misalnya seseorang kecewa dengan Tuhan, ya masa sih manusia gak bisa kecewa? Kalau kata orang alim, kita gak akan bisa kecewa jika bergantung pada Tuhan. Masa sih? Dari cerita itu aku kayaknya ragu sih tentang pernyataan itu, karena ya mungkin Tuhan itu kuasa atas segalanya, tapikan manusia enggak sesempurna Dia, gak sekuat Dia, dan Tuhan juga gak selalu kok ngasih kesedihan terus datang kesenangan, seringnya sakit, sedih, menderita belum sampai bahagia kitanya udah keburu capek, gak lagi percaya, kecewa. Semua itu bisa aja terjadi kan? Terlalu cepat menyerah katamu? Hei manusia itu punya batas, dan itu wajar, kalau dia gak punya batas itu baru mencurigakan, jangan-janhan dia Nabi lagi. 

Menurutku untuk memperkuat agama jangan selalu di suruh menghafal isi kitab, mengingat sejarah Nabi, puasa dan semua ajarannya, tapi coba sesekali jawab pertanyaan pada atheis, cerna lebih banyak kalimat pada agnostik, baca cerita-cerita tentang Tuhan yang sifatnya kayak buku ini. Karena dengan kita ditampar sama pernyataan yang jarang kita dengar kita jadi mempertanyakan ulang keimanan kita, seyakin apa sih kita beriman? Sekuat apa kepercayaan kita? Kalau bisa jawab bagus, berarti kita ngerti kenapa kita harus percaya Tuhan dan semua perintahnya. 

Jadi pada intinya cerita ini menunjukkan tentang sisi tabu para pemeluk agama, seperti kutipan berikut ini "Mereka adalah kelas atas dalam piramida masyarakat. Kelas terdidik. Tapi setelah pakaian mereka kusingkap, tersingkap juga kelemahan diri. Harga diri dan moralitas mereka yang rapuh itu bisa kutawar"

Jadi bukankah menjadi pelacur yang jujur lebih baik daripada pemuka agama tapi tukang bohong? 

Oiya satu kalimat favorit saya dari novel ini adalah "Sebab terkadang melalui dosa yang dihikmati, seorang manusia bisa belajar dewasa"


Comments

Popular posts from this blog

Sesusah Apa Sih Skripsi itu?

Tentang Berproses

Apa Bener Kalau Perempuan Banyak Temen Pria Jadi Murahan?