Kebahagiaan Bukan Pada Keberhasilan dan Kesedihan Tidak Datang dari Kegagalan
Halo semua, kali ini saya ditantang untuk menceritakan hal yang membuat saya merasa sedih atau bahagia.
Kalau menurut pada kebanyakan orang, pasti hal-hal yang sedih itu seperti kegagalan, pengkhianatan, ditinggalkan atau kemiskinan dan yang membuat bahagia itu adalah uang kaget, kelulusan, naik jabatan atau seks. Iya gak sih?
Nah tapi kalau kita menceritakan hal yang sama akan sedikit kurang menarik ya, karena ya semua orang juga seringnya begitu.
Lalu? Apa yang akan terlihat beda di sini?
Saya akan sedikit bercerita di sini ya, so siapkan tempat duduk yang nyaman atau bantal dan selimut yang hangat.
Dulu saya juga sama, saat harapan tidak sejalan dengan khayalan, tentunya sedih dan tangis selalu jadi teman tapi kita tidak mungkin selalu di sana, selalu merasa bahwa kita adalah korban padahal semua akan dan selalu merasakan demikian.
Tapi dengan membaca dan mendengarkan lebih banyak ternyata kesedihan itu gak selalu datang dari kegagalan atau segala sesuatu yang bersifat di bawah dan punya makna buruk. Tapi kesedihan bisa datang tiba-tiba.
Ya, kalian pernah merasakan sedih padahal gak ada yang meninggal? Merasa sepi padahal di keramaian? Merasa kurang padahal semua keinginan sudah dalam bentuk ceklis, merasa kosong padahal sudah menggapai cita-cita masa kecil.
Memang keadaan ini tidak terjadi dengan durasi yang lama, berbulan-bulan atau bertahun-tahun, tapi pasti ada satu momen rasanya hidup ini kosong padahal rekening dan dompet terisi kok. Hidup rasanya sepi padahal followers jutaan kok. Kenapa ya?
Salah satu podcast aku pernah dengar bahwa kalau kita mencari "kulit" Kita tidak akan pernah merasa cukup, bahagia dan tenang. Karena hal-hal yang sifatnya kulit itu gak akan habis. Sama seperti minum air laut, airnya gak akan habis, tapi energi, keinginan dan rasa bosan akan menghampiri kita.
Kita mungkin gak sedang merasa dikhianati, tapi rasa sakit itu tiba-tiba datang begitu saja membuat kita berfikir sejenak. Merasa sedih padahal gak ada yang sedang jatuh dalam hidup, baik ekonomi, sosial dan jabatan kita.
Nah, kesimpulan saya berhenti ketika saya tahu yang membuat sedih padahal hidup lagi stabil adalah tujuan dan kesibukan yang selalu terfokus pada dunia atau yang kita sebut dengan "kulit" tadi.
Hati itu gak cuma soal daging, atau sesuatu dalam bentuk gumpalan yang sangat mahal kalau dijual, tapi di sana pemilik kita berada, Tuhan.
Barangkali kesedihan bukan datang dari gajian bulan ini yang telat, tapi karena Tuhan jauh dari hati kita. Barangkali kesedihan bukan datang dari kekasih yang menduakan cinta kita, tapi dari semua isi kepala yang hanya berfokus pada hal-hal duniawi.
Tuhan maha pencemburu, barangkali Ia buat hati kita yang tiba-tiba merasa sedih karena kita yang diciptakan nya seperti berusaha meninggalkan Tuhan.
BACA JUGA Di Gak Papain Aja Dulu
Bukankah Tuhan pemilik 100% saham atas tubuh kita? Ia pula yang meminta kita untuk hanya beribadah kepada nya, lalu dengan sombongnya kita mau mengejar dunia yang menjadikannya sebagai kiblat.
Selanjutnya tentang kebahagiaan, makna bahagia saya dapat juga dari sebuah podcast yang mana katanya manusia sejatinya sudah bersinar layaknya matahari, maka tugas manusia bukan membuatnya lebih bersinar lagi tapi tugas manusia adalah menyingkirkan hal-hal yang mengganggu sinar matahari tersebut seperi awan. Atau menerima turunnya hujan.
Nah sama dengan yang namanya bahagia, saya akan merasa bahagia kalau tidak adanya emosi negatif, maksudnya apa? Disini sebenarnya menurut saya adalah kendali akan emosi yang kita miliki sebagai manusia untuk mencapai sebuah kebahagiaan.
Dalam mengendalikan emosi, kita tentunya harus memahami dikotomi kendali, saya sudah pernah membahas ini silahkan di baca kalau kepo di sini ya
Itulah kebahagiaan yang sebenarnya ingin saya capai, yakni kestabilan emosi, saya pikir kalau suatu hari nanti saya ditinggalkan kekasih saya karena dia mencintai perempuan lain, saya kira saya tidak akan sesedih itu karena saya tahu bahwa itu bukan karena saya yang tidak cantik lagi, saya memiliki kekurangan atau saya yang bersalah, tapi murni bahwa memang hubungan percintaan kami telah selesai. Saya tidak menyalahkan diri saya sendiri maupun dia.
Pun begitu dengan hubungan emosi saya dengan hal lainnya, seperti omongan orang akan mudah saya acuhkan, persaingan di pekerjaan yang bisa saya tangani dengan logis tanpa melukai perasaan seseorang atau menjatuhkan harga diri saya sendiri.
Saya akan merasa bahagia bukan karena jabatan dan gaji tinggi saya, tapi saya berharap saya bisa menciptakan kebahagiaan diri saya sendiri dan bukan berharap dari faktor eksternal.
Comments
Post a Comment