Maharnya Perempuan Berpendidikan

 Mahar adalah salah satu syarat yang harus dipersiapkan untuk menikah, meskipun yang paling utama adalah pasangannya. 


Besarnya mahar juga bervariasi mulai dari seperangkat alat sholat sampai berlembar-lembar saham BCA, tergantung dari seberapa kuat lobi melobi antar keluarga. Besar kecilnya mahar ini juga selain kuatnya skill komunikasi juga ditentukan oleh pendidikan perempuan. Yang mana semakin tinggi pendidikan perempuan semakin besar nilai mahar yang harus diberikan. 



Ya sebenarnya tidak masalah karena ilmu managemen juga bisa dipakai dalam urusan rumah tangga, ilmu sosiologi bisa dipakai untuk mengetahui cara bersosialisasi dengan para ipar dan tante tante yang suka banyak tanya. Ilmu kimia juga bisa dipakai untuk masak memasak di acara keluarga besar. 


BACA JUGCowokmu kan Udah Mapan, Kapan mau Menikah?


Belum lagi cara mengatur uang yang dikirim sebulan sekali bahkan seringnya telat oleh orang tua, sangat berharga untuk modal pernikahan nantinya. Terutama bagi pelajar yang merantau, jarak yang memisahkan dengan orang terkasih akan membuat kita lebih menghargai waktu bersama pasangan. Harapannya demikian meskipun pada kenyataannya ponsel tetap menjadi penghalang pertemuan manusia. 


Korelasi antara pendidikan perempuan dengan tingginya mahar yang harus diberikan calon pengantin pria sangat sulit ditemukan. Tentunya harga diri yang memiliki kata harga di awalnya tetap tidak bisa dibeli dengan uang, bahkan kalau bisa dibeli maka sebenarnya seseorang sudah tidak lagi memiliki harga diri, sejauh ini, begitulah kata buku pelajaran PPKN kelas 3 SD. 

BACA JUGA Pernikahan Anti Ribet

Perempuan juga akan sangat marah jika dikatakan harga dirinya hanyalah sebanyak 30 mayam (satuan untuk mas kawin orang Aceh). La wong ginjal aja harganya milyaran, masa udah dapat kepala lutut kaki cuma dapat segitu? 


Alasan lain yang membenarkan semakin tinggi pendidikan perempuan semakin besar nilai maharnya adalah usaha orang tua dan anak dalam menempuh pendidikan yang tidaklah mudah harus dibayar laki-laki yang akan "menikmati" Perempuan yang sudah cantik nan pintarpintar ini. 


Padahal sebagai kaum yang memegang erat agama Islam, seharusnya tanpa embel-embel mahar tinggi, mencari ilmu memang wajib hukumnya, sampai negri China, sampai tutup usia bahkan. 


Terlebih dalam perguruan tinggi kita juga diajarkan untuk melakukan banyak kegiatan seperti KKN, yang tujuannya supaya bisa membantu dan membaur dengan masyarakat kelas bawah, makanya ditempatkan di pelosok daerah sampe ke desa Penari.


Dari kegiatan kampus ini mahasiswa diajarkan untuk menjaga kesopanan, kerendahan hatian, ketulusan serta rela berkorban demi kebaikan banyak orang. 


Seharusnya perempuan yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi mengerti akan nilai-nilai luhur ini, dan diaplikasikan dalam prosesi pernikahan, seperti kerendah hatiannya supaya mahar tidak memberatkan sang laki-laki. Supaya batalnya pernikahan karena nilai mahar yang tidak bisa disepakati bersama ini tidak lagi terjadi. 


Begitu pula sejoli yang memutuskan untuk menikah, daripada ribet mikirin mau punya anak berapa dan namanya apa? Labih baik menggunakan keahliannya yang di dapat semasa kuliah untuk bisa berkomunikasi dengan baik, bagaimana jalannya pernikahan kedua belah pihak ini supaya tidak saling memberatkan satu sama lain. Mengkomunikasikan bagaimana adat istiadat tidak harus melunturkan cinta mereka.


Mungkin dari pihak perempuan senang-senang saja jika diberikan mahar besar, bahkan keluarga dan tetangga akan merasa bangga bahwa anak perempuan ini bisa “mengharumkan” nama keluarga. Padahal mahar yang besar bukan jaminan kebahagiaan seorang perempuan dalam sebuah pernikahan. Dari banyak kasus yang saya temui, mahar tinggi membuat laki-laki merasa berhak atas tubuh dan hidup perempuan, sehingga setelah menikah sangat lazim terjadi perempuan kehilangan tubuh dan hidupnya. 


Intinya semakin tinggi pendidikan baik perempuan maupun laki-laki, seharusnya bisa memberikan titik terang bagi kehidupan bermasyarakat, budaya memang harus dilestarikan, tetapi kerendahan hatian, perasaan rela berkorban juga harus tetap ditegakkan. 


Hubungan cinta itu seharusnya menggunakan kata “saling” terbuka, berkorban dan memahami bukan kata “paling” berhak. 


Comments

  1. “Sebaik-baik wanita ialah yang paling murah maharnya.” (HR. Ahmad, ibnu Hibban, Hakim & Baihaqi).

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yap benar sekali, sebesar besarnya nilai mahar juga bukan satu satunya cara untuk menunjukkan pada dunia seberapa besar cinta laki-laki kepada wanitanya

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Yakin mau Boikot Produk Prancis?

Cara Mengkhatamkan Al-Qur'an Tanpa Khawatir Datang Bulan dan Hambatan lainnya

Macam-macam alat penahan Menstruasi pada wanita